Provinsi Riau

Provinsi Riau

Provinsi Riau

Peneliti

Randy Novrizal

Editor

Tantia Shecilia

Kota & Kabupaten

(1)

:

Selain memilih gubernur untuk Riau, kamu juga harus memilih bupati atau wali kota, tergantung pada daerah di KTPmu. Pelajari daerahmu di Pilkada 101 untuk tahu kota/kabupatenmu.

Selain memilih gubernur untuk Riau, kamu juga harus memilih bupati atau wali kota, tergantung pada daerah di KTPmu. Pelajari daerahmu di Pilkada 101 untuk tahu kota/kabupatenmu.

Profil daerah

PERMASALAHAN DAERAH

🗺️ Profil Daerah

🗺️ Profil Daerah

Tentang Daerah

Provinsi Riau dikenal sebagai penghasil minyak dan gas di Indonesia. Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi menjadi pusat perdagangan dan industri, serta pintu gerbang menuju Sumatra bagian tengah.

Jumlah Penduduk

± 6,7 Juta

Luas

87.023 km²

Kabupaten

10

Kota

2

ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)

3.85 %

-0.4

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)

Rp 3,29 Juta

Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)

± Rp 1.026 Triliun

SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)

Industri Pengolahan/Manufaktur

Rp 283 Triliun

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Rp 270 Triliun

Pertambangan dan Penggalian

Rp 203 Triliun

Tentang Daerah

Provinsi Riau dikenal sebagai penghasil minyak dan gas di Indonesia. Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi menjadi pusat perdagangan dan industri, serta pintu gerbang menuju Sumatra bagian tengah.

Jumlah Penduduk

± 6,7 Juta

Luas

87.023 km²

Kabupaten

10

Kota

2

ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)

3.85 %

-0.4

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)

Rp 3,29 Juta

Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)

± Rp 1.026 Triliun

SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)

Industri Pengolahan/Manufaktur

Rp 283 Triliun

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Rp 270 Triliun

Pertambangan dan Penggalian

Rp 203 Triliun

Tentang Daerah

Provinsi Riau dikenal sebagai penghasil minyak dan gas di Indonesia. Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi menjadi pusat perdagangan dan industri, serta pintu gerbang menuju Sumatra bagian tengah.

Jumlah Penduduk

± 6,7 Juta

Luas

87.023 km²

Kabupaten

10

Kota

2

ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)

3.85 %

-0.4

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)

Rp 3,29 Juta

Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)

± Rp 1.026 Triliun

SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)

Industri Pengolahan/Manufaktur

Rp 283 Triliun

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Rp 270 Triliun

Pertambangan dan Penggalian

Rp 203 Triliun

Keuangan Daerah

Keuangan Daerah

Keuangan Daerah

⚠️ Isu Sorotan Daerah

⚠️ Isu Sorotan Daerah

Anggaran Infrastruktur

Infrastruktur

Alokasi Anggaran Infrastruktur Masih Belum Relevan

Pemerintah Provinsi Riau telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 127 miliar dalam APBD 2022 untuk pembangunan infrastruktur gedung. Antara lain Gedung Serbaguna Batalyon Arhanud, Mako Lanal di Kota Dumai, Mako Brimob Indragiri Hulu dan sejumlah gedung lainnya. Tetapi, apakah ini menjadi prioritas yang tepat? Banyak pihak menilai bahwa anggaran besar ini seharusnya dialokasikan untuk sektor-sektor yang lebih mendesak seperti akses air bersih, pengadaan fasilitas publik  dan infrastruktur jalan. 


Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau tahun 2022 menunjukkan hanya 67,8% rumah tangga di Riau yang memiliki akses ke air bersih. Sebagian besar yang belum ada di daerah pedesaan. Akibatnya, ketergantungan pada sumber air yang tidak layak konsumsi semakin tinggi. Selain itu, laporan Dinas Kesehatan Provinsi Riau menunjukkan bahwa pada tahun 2022, masih terdapat beberapa kecamatan yang belum memiliki Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang memadai. Hal ini berdampak pada keterbatasan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat di daerah-daerah terpencil. 


Kemudian, masih banyak jalan di daerah Riau yang rusak atau belum diaspal, berdasarkan data dari Kementerian PUPR tahun 2022. Kondisi jalan yang buruk menghambat mobilitas dan akses warga ke fasilitas publik lainnya, seperti sekolah dan pasar. Data Statistik Pendidikan Provinsi Riau 2022 juga mengungkapkan masih banyaknya sekolah-sekolah di Riau yang kekurangan fasilitas dasar, seperti ruang kelas yang layak, laboratorium, dan perpustakaan. Di beberapa daerah, rasio guru terhadap siswa juga masih di bawah standar yang diharapkan.

Anggaran Infrastruktur

Infrastruktur

Alokasi Anggaran Infrastruktur Masih Belum Relevan

Pemerintah Provinsi Riau telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 127 miliar dalam APBD 2022 untuk pembangunan infrastruktur gedung. Antara lain Gedung Serbaguna Batalyon Arhanud, Mako Lanal di Kota Dumai, Mako Brimob Indragiri Hulu dan sejumlah gedung lainnya. Tetapi, apakah ini menjadi prioritas yang tepat? Banyak pihak menilai bahwa anggaran besar ini seharusnya dialokasikan untuk sektor-sektor yang lebih mendesak seperti akses air bersih, pengadaan fasilitas publik  dan infrastruktur jalan. 


Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau tahun 2022 menunjukkan hanya 67,8% rumah tangga di Riau yang memiliki akses ke air bersih. Sebagian besar yang belum ada di daerah pedesaan. Akibatnya, ketergantungan pada sumber air yang tidak layak konsumsi semakin tinggi. Selain itu, laporan Dinas Kesehatan Provinsi Riau menunjukkan bahwa pada tahun 2022, masih terdapat beberapa kecamatan yang belum memiliki Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang memadai. Hal ini berdampak pada keterbatasan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat di daerah-daerah terpencil. 


Kemudian, masih banyak jalan di daerah Riau yang rusak atau belum diaspal, berdasarkan data dari Kementerian PUPR tahun 2022. Kondisi jalan yang buruk menghambat mobilitas dan akses warga ke fasilitas publik lainnya, seperti sekolah dan pasar. Data Statistik Pendidikan Provinsi Riau 2022 juga mengungkapkan masih banyaknya sekolah-sekolah di Riau yang kekurangan fasilitas dasar, seperti ruang kelas yang layak, laboratorium, dan perpustakaan. Di beberapa daerah, rasio guru terhadap siswa juga masih di bawah standar yang diharapkan.

Anggaran Infrastruktur

Infrastruktur

Alokasi Anggaran Infrastruktur Masih Belum Relevan

Pemerintah Provinsi Riau telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 127 miliar dalam APBD 2022 untuk pembangunan infrastruktur gedung. Antara lain Gedung Serbaguna Batalyon Arhanud, Mako Lanal di Kota Dumai, Mako Brimob Indragiri Hulu dan sejumlah gedung lainnya. Tetapi, apakah ini menjadi prioritas yang tepat? Banyak pihak menilai bahwa anggaran besar ini seharusnya dialokasikan untuk sektor-sektor yang lebih mendesak seperti akses air bersih, pengadaan fasilitas publik  dan infrastruktur jalan. 


Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau tahun 2022 menunjukkan hanya 67,8% rumah tangga di Riau yang memiliki akses ke air bersih. Sebagian besar yang belum ada di daerah pedesaan. Akibatnya, ketergantungan pada sumber air yang tidak layak konsumsi semakin tinggi. Selain itu, laporan Dinas Kesehatan Provinsi Riau menunjukkan bahwa pada tahun 2022, masih terdapat beberapa kecamatan yang belum memiliki Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang memadai. Hal ini berdampak pada keterbatasan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat di daerah-daerah terpencil. 


Kemudian, masih banyak jalan di daerah Riau yang rusak atau belum diaspal, berdasarkan data dari Kementerian PUPR tahun 2022. Kondisi jalan yang buruk menghambat mobilitas dan akses warga ke fasilitas publik lainnya, seperti sekolah dan pasar. Data Statistik Pendidikan Provinsi Riau 2022 juga mengungkapkan masih banyaknya sekolah-sekolah di Riau yang kekurangan fasilitas dasar, seperti ruang kelas yang layak, laboratorium, dan perpustakaan. Di beberapa daerah, rasio guru terhadap siswa juga masih di bawah standar yang diharapkan.

Kebakaran Hutan

Iklim dan Lingkungan

Karhutla Terus Membayangi Provinsi Riau

Setiap musim kemarau, ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selalu membayangi masyarakat Riau. Pada tahun 2024, kualitas udara di Provinsi Riau memburuk akibat karhutla yang terjadi di beberapa daerah di Riau seperti Kabupaten Siak, Rohil, Pelalawan, dan Meranti. Bahkan dari Eyes on the Forest pada Juli 2024, luas lahan gambut dan hutan yang terbakar di Riau hingga Juli 2024 kemarin sudah mencapai 1.073,91 hektar. 


Berdasarkan data dari BMKG 2024, risiko terjadinya karhutla kian meningkat karena wilayah Riau mengalami kekeringan dari Juli hingga September. Wilayah yang terkena dampak Karhutla biasanya menunjukkan kualitas udara yang menurun tajam, bahkan hingga mencapai level berbahaya seperti yang terjadi pada karhutla tahun 2015 dan 2019 di Riau. Dari pemantauan Jikalahari pada Agustus 2024, ISPU di Provinsi Sumut, Riau, Jambi dan Sumsel berada di level TIDAK SEHAT.


Menanggapi masalah ini, Pemerintah telah menetapkan status siaga darurat Karhutla Riau yang terhitung mulai 13 Maret hingga 30 November 2024. Pemerintah juga telah menyediakan beberapa helikopter water bombing untuk mengatasi Kebakaran Hutan dan Lahan. Namun, Riau membutuhkan lebih dari sekadar deklarasi darurat ataupun water bombing. Alih-alih hanya berfokus pada penanganan karhutla, pemerintah juga harus mengutamakan pencegahan karhutla. Jika masalah ini dibiarkan berlanjut, bencana ini akan terus menghantui dan menambah derita masyarakat.

Kebakaran Hutan

Kebakaran Hutan

Iklim dan Lingkungan

Karhutla Terus Membayangi Provinsi Riau

Setiap musim kemarau, ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selalu membayangi masyarakat Riau. Pada tahun 2024, kualitas udara di Provinsi Riau memburuk akibat karhutla yang terjadi di beberapa daerah di Riau seperti Kabupaten Siak, Rohil, Pelalawan, dan Meranti. Bahkan dari Eyes on the Forest pada Juli 2024, luas lahan gambut dan hutan yang terbakar di Riau hingga Juli 2024 kemarin sudah mencapai 1.073,91 hektar. 


Berdasarkan data dari BMKG 2024, risiko terjadinya karhutla kian meningkat karena wilayah Riau mengalami kekeringan dari Juli hingga September. Wilayah yang terkena dampak Karhutla biasanya menunjukkan kualitas udara yang menurun tajam, bahkan hingga mencapai level berbahaya seperti yang terjadi pada karhutla tahun 2015 dan 2019 di Riau. Dari pemantauan Jikalahari pada Agustus 2024, ISPU di Provinsi Sumut, Riau, Jambi dan Sumsel berada di level TIDAK SEHAT.


Menanggapi masalah ini, Pemerintah telah menetapkan status siaga darurat Karhutla Riau yang terhitung mulai 13 Maret hingga 30 November 2024. Pemerintah juga telah menyediakan beberapa helikopter water bombing untuk mengatasi Kebakaran Hutan dan Lahan. Namun, Riau membutuhkan lebih dari sekadar deklarasi darurat ataupun water bombing. Alih-alih hanya berfokus pada penanganan karhutla, pemerintah juga harus mengutamakan pencegahan karhutla. Jika masalah ini dibiarkan berlanjut, bencana ini akan terus menghantui dan menambah derita masyarakat.

Kemiskinan

Ekonomi dan Kesejahteraan

Lonjakan Kemiskinan di Riau Semakin Mengancam

Provinsi Riau tengah menghadapi krisis kemiskinan yang memburuk secara signifikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di provinsi ini melonjak hingga 492.250 jiwa dari total 6.728.100 jiwa. Jika dibandingkan dengan data bulan Maret tahun 2023, jumlah penduduk miskin di Riau adalah 485.660 orang. Artinya, kenaikan angka penduduk miskin bila dibandingkan bulan Maret 2023 lalu mencapai 6.590 jiwa. 


Kondisi ini semakin memprihatinkan mengingat ketidakmerataan bantuan sosial dan program pemerintah yang dirancang untuk menanggulangi kemiskinan. Masyarakat Riau yang terperosok dalam kemiskinan menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, seperti pangan dan kesehatan. 


Kenaikan jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau ini juga tak selaras dengan klaim kampanye peningkatan investasi yang masuk ke Riau. Diduga, investasi yang masuk ke Riau didominasi padat modal yang tak memberikan relevansi langsung dengan ekonomi masyarakat. Pada Juli 2023 lalu, Pemprov Riau mengklaim realisasi investasi di Riau menembus Rp 25 triliun. Capaian itu disebut-sebut menempatkan Riau dalam peringkat kelima terbesar di Indonesia. Pada sisi lain, kemiskinan yang tinggi di Riau ini juga bertolak belakang dengan kekayaan Sumber Daya Alam di Riau, yang didominasi dari sektor perkebunan kelapa sawit, industri kehutanan dan migas.


Untuk mengatasi isu ini, Pemprov Riau telah mengalokasikan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp1,56 triliun untuk mengatasi kemiskinan ekstrem. Besaran anggaran tersebut akan digunakan untuk bantuan sosial dan jaminan sosial, JKN, BPJS rentan, bantuan pendidikan, bantuan sembako, Bantuan Langsung Tunai, dan pembangunan rumah kayak huni. Namun, mengingat bahwa kemiskinan adalah persoalan multidimensi, pemerintah juga harus berkolaborasi dengan berbagai stakeholder agar rencana yang telah disusun dapat menurunkan angka kemiskinan hingga 0%.

Kemiskinan

Kemiskinan

Ekonomi dan Kesejahteraan

Lonjakan Kemiskinan di Riau Semakin Mengancam

Provinsi Riau tengah menghadapi krisis kemiskinan yang memburuk secara signifikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di provinsi ini melonjak hingga 492.250 jiwa dari total 6.728.100 jiwa. Jika dibandingkan dengan data bulan Maret tahun 2023, jumlah penduduk miskin di Riau adalah 485.660 orang. Artinya, kenaikan angka penduduk miskin bila dibandingkan bulan Maret 2023 lalu mencapai 6.590 jiwa. 


Kondisi ini semakin memprihatinkan mengingat ketidakmerataan bantuan sosial dan program pemerintah yang dirancang untuk menanggulangi kemiskinan. Masyarakat Riau yang terperosok dalam kemiskinan menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, seperti pangan dan kesehatan. 


Kenaikan jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau ini juga tak selaras dengan klaim kampanye peningkatan investasi yang masuk ke Riau. Diduga, investasi yang masuk ke Riau didominasi padat modal yang tak memberikan relevansi langsung dengan ekonomi masyarakat. Pada Juli 2023 lalu, Pemprov Riau mengklaim realisasi investasi di Riau menembus Rp 25 triliun. Capaian itu disebut-sebut menempatkan Riau dalam peringkat kelima terbesar di Indonesia. Pada sisi lain, kemiskinan yang tinggi di Riau ini juga bertolak belakang dengan kekayaan Sumber Daya Alam di Riau, yang didominasi dari sektor perkebunan kelapa sawit, industri kehutanan dan migas.


Untuk mengatasi isu ini, Pemprov Riau telah mengalokasikan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp1,56 triliun untuk mengatasi kemiskinan ekstrem. Besaran anggaran tersebut akan digunakan untuk bantuan sosial dan jaminan sosial, JKN, BPJS rentan, bantuan pendidikan, bantuan sembako, Bantuan Langsung Tunai, dan pembangunan rumah kayak huni. Namun, mengingat bahwa kemiskinan adalah persoalan multidimensi, pemerintah juga harus berkolaborasi dengan berbagai stakeholder agar rencana yang telah disusun dapat menurunkan angka kemiskinan hingga 0%.

Krisis Inflasi

Ekonomi dan Kesejahteraan

Krisis Inflasi Riau, Angka Meroket dan Dampaknya pada Ekonomi Lokal

Inflasi di Riau mencapai angka yang sangat mencemaskan. Saat ini terdapat 4 daerah yang pemerintahannya dipegang oleh Pejabat (Pj) kepala daerah, yakni Riau (SF Hariyanto), Kampar (Hambali), Indragiri Hilir (Herman), serta Pekanbaru (Risnandar Mahiwa). Berdasarkan publikasi resmi Badan Pusat Statistik (BPS) per Juni 2024, tingkat inflasi di keempat daerah yang dipimpin Pj kepala daerah tersebut lebih tinggi dari rata-rata inflasi nasional. Adapun tingkat inflasi Provinsi Riau year on year (y-on-y) tercatat sebesar 3,56%. Sementara inflasi year to date (y-to-d) sebesar 1,55%.


Dampaknya, bahan pangan seperti beras, minyak goreng, dan sayur-mayur mengalami lonjakan harga yang signifikan. Contohnya pada awal tahun 2024, harga beras yang berkisar Rp12.000 per kilogram melonjak menjadi Rp15.000 per kilogram pada akhir tahun 2024. Dengan rata rata pendapatan bulanan masyarakat Riau yang hanya sebesar Rp2.224.536,  kenaikan inflasi sungguh terasa mencekik.


Penjabat Gubernur Riau, Ir, SF Hariyanto mengatakan bahwa ia akan bekerjasama dengan BPS dan berbagai pihak untuk menekan angka inflasi di Riau. Mendagri juga telah mengeluarkan peringatan serius untuk pejabat daerah yang tidak mampu menekan inflasi. Meski begitu, butuh solusi konkret  yang segera diterapkan untuk menstabilkan harga dan memulihkan daya beli. Tanpa tindakan yang efektif, krisis ini berpotensi memperburuk kesejahteraan ekonomi warga dan memperdalam ketidakstabilan sosial.

Krisis Inflasi

Krisis Inflasi

Ekonomi dan Kesejahteraan

Krisis Inflasi Riau, Angka Meroket dan Dampaknya pada Ekonomi Lokal

Inflasi di Riau mencapai angka yang sangat mencemaskan. Saat ini terdapat 4 daerah yang pemerintahannya dipegang oleh Pejabat (Pj) kepala daerah, yakni Riau (SF Hariyanto), Kampar (Hambali), Indragiri Hilir (Herman), serta Pekanbaru (Risnandar Mahiwa). Berdasarkan publikasi resmi Badan Pusat Statistik (BPS) per Juni 2024, tingkat inflasi di keempat daerah yang dipimpin Pj kepala daerah tersebut lebih tinggi dari rata-rata inflasi nasional. Adapun tingkat inflasi Provinsi Riau year on year (y-on-y) tercatat sebesar 3,56%. Sementara inflasi year to date (y-to-d) sebesar 1,55%.


Dampaknya, bahan pangan seperti beras, minyak goreng, dan sayur-mayur mengalami lonjakan harga yang signifikan. Contohnya pada awal tahun 2024, harga beras yang berkisar Rp12.000 per kilogram melonjak menjadi Rp15.000 per kilogram pada akhir tahun 2024. Dengan rata rata pendapatan bulanan masyarakat Riau yang hanya sebesar Rp2.224.536,  kenaikan inflasi sungguh terasa mencekik.


Penjabat Gubernur Riau, Ir, SF Hariyanto mengatakan bahwa ia akan bekerjasama dengan BPS dan berbagai pihak untuk menekan angka inflasi di Riau. Mendagri juga telah mengeluarkan peringatan serius untuk pejabat daerah yang tidak mampu menekan inflasi. Meski begitu, butuh solusi konkret  yang segera diterapkan untuk menstabilkan harga dan memulihkan daya beli. Tanpa tindakan yang efektif, krisis ini berpotensi memperburuk kesejahteraan ekonomi warga dan memperdalam ketidakstabilan sosial.

Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin 👉

Menurut saya,

Menurut saya,

Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin 👉

Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin 👉

Menemukan konten yang kurang sesuai?

Jika kamu menemukan konten kami yang dirasa kurang sesuai, baik dari segi sumber informasi atau data, masukkan feedbackmu melalui feedback form atau kontak kami melalui contact@bijakdemokrasi.id, agar kami dapat mereview ulang.

Buka bagian

Buka bagian

Buka bagian