Provinsi Sulawesi Selatan

Provinsi Sulawesi Selatan

Provinsi Sulawesi Selatan

Peneliti

Fitria Nugrah Madani

Editor

Surahmansah Said

Kota & Kabupaten

(1)

:

Selain memilih gubernur untuk Sulawesi Selatan, kamu juga harus memilih bupati atau wali kota, tergantung pada daerah di KTPmu. Pelajari daerahmu di Pilkada 101 untuk tahu kota/kabupatenmu.

Selain memilih gubernur untuk Sulawesi Selatan, kamu juga harus memilih bupati atau wali kota, tergantung pada daerah di KTPmu. Pelajari daerahmu di Pilkada 101 untuk tahu kota/kabupatenmu.

Profil daerah

PERMASALAHAN DAERAH

🗺️ Profil Daerah

🗺️ Profil Daerah

Tentang Daerah

Sulawesi Selatan adalah provinsi dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah. Makassar sebagai ibu kota provinsi berfungsi sebagai pusat ekonomi dan pelabuhan utama di kawasan timur Indonesia.

Jumlah Penduduk

± 9 Juta

Luas

45.764 km²

Kabupaten

21

Kota

3

ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)

4.9 %

-0.36

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)

Rp 3,43 Juta

Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)

± Rp 653 Triliun

SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Rp 142 Triliun

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Rp 96 Triliun

Konstruksi

Rp 92 Triliun

Tentang Daerah

Sulawesi Selatan adalah provinsi dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah. Makassar sebagai ibu kota provinsi berfungsi sebagai pusat ekonomi dan pelabuhan utama di kawasan timur Indonesia.

Jumlah Penduduk

± 9 Juta

Luas

45.764 km²

Kabupaten

21

Kota

3

ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)

4.9 %

-0.36

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)

Rp 3,43 Juta

Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)

± Rp 653 Triliun

SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Rp 142 Triliun

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Rp 96 Triliun

Konstruksi

Rp 92 Triliun

Tentang Daerah

Sulawesi Selatan adalah provinsi dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah. Makassar sebagai ibu kota provinsi berfungsi sebagai pusat ekonomi dan pelabuhan utama di kawasan timur Indonesia.

Jumlah Penduduk

± 9 Juta

Luas

45.764 km²

Kabupaten

21

Kota

3

ANGKA PENGANGGURAN (FEB 2024)

4.9 %

-0.36

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR 2024)

Rp 3,43 Juta

Total Aktivitas ekonomi daerah (pdrb)

± Rp 653 Triliun

SEKTOR PENDORONG EKONOMI (2023)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Rp 142 Triliun

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Rp 96 Triliun

Konstruksi

Rp 92 Triliun

Keuangan Daerah

Keuangan Daerah

Keuangan Daerah

⚠️ Isu Sorotan Daerah

⚠️ Isu Sorotan Daerah

Transportasi Publik

Infrastruktur dan Pembangunan

Tantangan Transportasi Publik Massal Di Sulawesi Selatan

Warga Sulawesi Selatan patut berbahagia. Transportasi Massal berbasis rel diresmikan. Proyek ini salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), sekaligus perwujudan mimpi masyarakat Indonesia Timur berkendara Kereta Api. Proyek yang membujur ke utara Makassar - Parepare ini membutuhkan anggaran raksasa, yaitu Rp 8,25 T dari APBN.


Ditetapkan PSN, Kereta Api Trans Sulawesi ini di tahun 2023 seakan menyelesaikan persoalan Transportasi di Provinsi Sul-Sel. Khawatirnya, nasibnya serupa nasib Bus Rapid Trans (BRT) di Kota Makassar. Pada tahun 2014 BRT beroperasi, mangkrak pada tahun 2018, lalu di tahun 2019, sebanyak 105 Halte BRT harus terabaikan.


Di tahun ini, dihadapkan 2 koridor Trans Mamminasata dihentikan, namun tetap mengemis agar Angkutan Massal dalam RPJMN 2024-2029 tetap disalurkan Pemerintah Pusat untuk menambal anggaran operasional Trans Mamminasata. Pada tahun 2021, PemProv meresmikan Teman Bus/Trans Mamminasata, suntikan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 80 M.


Anggaran Transum tidak diuraikan dengan jelas ditujukan pada transportasi yang mana dalam RPJMD Pemerintah Provinsi. Anggaran yang bersumber dari APBD tersebut sebesar Rp 18,8 M pada tahun 2023. Padahal Provinsi Jawa Timur menganggarkan Rp 73 M. Di tingkat kota, dibandingkan dengan Kota-Kota besar lainnya, Kota Makassar tidak ditemukan anggaran terhadap Transportasi Massal. Pemkot memimpikan adanya Transportasi Massal berbasis rel. Hal tersebut sulit terealisasi karena Pemkot menunggu status PSN Pemerintah Pusat.


Rumitnya pembangunan sistem transum di Sulawesi Selatan merupakan dampak dari lemahnya komitmen Pemerintah Daerah untuk mewujudkan Transportasi Umum sebagai program yang berkelanjutan. Pemerintah Provinsi masih berharap Pemerintah Pusat untuk memberikan subsidi Transum. Kendati mendapatkan bantuan pun, sistem transum di Sulawesi Selatan tetap saja berpotensi mangkrak.

Transportasi Publik

Infrastruktur dan Pembangunan

Tantangan Transportasi Publik Massal Di Sulawesi Selatan

Warga Sulawesi Selatan patut berbahagia. Transportasi Massal berbasis rel diresmikan. Proyek ini salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), sekaligus perwujudan mimpi masyarakat Indonesia Timur berkendara Kereta Api. Proyek yang membujur ke utara Makassar - Parepare ini membutuhkan anggaran raksasa, yaitu Rp 8,25 T dari APBN.


Ditetapkan PSN, Kereta Api Trans Sulawesi ini di tahun 2023 seakan menyelesaikan persoalan Transportasi di Provinsi Sul-Sel. Khawatirnya, nasibnya serupa nasib Bus Rapid Trans (BRT) di Kota Makassar. Pada tahun 2014 BRT beroperasi, mangkrak pada tahun 2018, lalu di tahun 2019, sebanyak 105 Halte BRT harus terabaikan.


Di tahun ini, dihadapkan 2 koridor Trans Mamminasata dihentikan, namun tetap mengemis agar Angkutan Massal dalam RPJMN 2024-2029 tetap disalurkan Pemerintah Pusat untuk menambal anggaran operasional Trans Mamminasata. Pada tahun 2021, PemProv meresmikan Teman Bus/Trans Mamminasata, suntikan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 80 M.


Anggaran Transum tidak diuraikan dengan jelas ditujukan pada transportasi yang mana dalam RPJMD Pemerintah Provinsi. Anggaran yang bersumber dari APBD tersebut sebesar Rp 18,8 M pada tahun 2023. Padahal Provinsi Jawa Timur menganggarkan Rp 73 M. Di tingkat kota, dibandingkan dengan Kota-Kota besar lainnya, Kota Makassar tidak ditemukan anggaran terhadap Transportasi Massal. Pemkot memimpikan adanya Transportasi Massal berbasis rel. Hal tersebut sulit terealisasi karena Pemkot menunggu status PSN Pemerintah Pusat.


Rumitnya pembangunan sistem transum di Sulawesi Selatan merupakan dampak dari lemahnya komitmen Pemerintah Daerah untuk mewujudkan Transportasi Umum sebagai program yang berkelanjutan. Pemerintah Provinsi masih berharap Pemerintah Pusat untuk memberikan subsidi Transum. Kendati mendapatkan bantuan pun, sistem transum di Sulawesi Selatan tetap saja berpotensi mangkrak.

Transportasi Publik

Infrastruktur dan Pembangunan

Tantangan Transportasi Publik Massal Di Sulawesi Selatan

Warga Sulawesi Selatan patut berbahagia. Transportasi Massal berbasis rel diresmikan. Proyek ini salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), sekaligus perwujudan mimpi masyarakat Indonesia Timur berkendara Kereta Api. Proyek yang membujur ke utara Makassar - Parepare ini membutuhkan anggaran raksasa, yaitu Rp 8,25 T dari APBN.


Ditetapkan PSN, Kereta Api Trans Sulawesi ini di tahun 2023 seakan menyelesaikan persoalan Transportasi di Provinsi Sul-Sel. Khawatirnya, nasibnya serupa nasib Bus Rapid Trans (BRT) di Kota Makassar. Pada tahun 2014 BRT beroperasi, mangkrak pada tahun 2018, lalu di tahun 2019, sebanyak 105 Halte BRT harus terabaikan.


Di tahun ini, dihadapkan 2 koridor Trans Mamminasata dihentikan, namun tetap mengemis agar Angkutan Massal dalam RPJMN 2024-2029 tetap disalurkan Pemerintah Pusat untuk menambal anggaran operasional Trans Mamminasata. Pada tahun 2021, PemProv meresmikan Teman Bus/Trans Mamminasata, suntikan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 80 M.


Anggaran Transum tidak diuraikan dengan jelas ditujukan pada transportasi yang mana dalam RPJMD Pemerintah Provinsi. Anggaran yang bersumber dari APBD tersebut sebesar Rp 18,8 M pada tahun 2023. Padahal Provinsi Jawa Timur menganggarkan Rp 73 M. Di tingkat kota, dibandingkan dengan Kota-Kota besar lainnya, Kota Makassar tidak ditemukan anggaran terhadap Transportasi Massal. Pemkot memimpikan adanya Transportasi Massal berbasis rel. Hal tersebut sulit terealisasi karena Pemkot menunggu status PSN Pemerintah Pusat.


Rumitnya pembangunan sistem transum di Sulawesi Selatan merupakan dampak dari lemahnya komitmen Pemerintah Daerah untuk mewujudkan Transportasi Umum sebagai program yang berkelanjutan. Pemerintah Provinsi masih berharap Pemerintah Pusat untuk memberikan subsidi Transum. Kendati mendapatkan bantuan pun, sistem transum di Sulawesi Selatan tetap saja berpotensi mangkrak.

Korupsi

Korupsi dan kebebasan berpendapat

ACC Sulawesi Ungkap 149 Kasus Korupsi di Sulsel Sepanjang 2023

Sulawesi Selatan menjadi daerah yang aktor pelaku korupsinya didominasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Data dari Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi mengungkap terjadi sebanyak 149 kasus korupsi di Sulawesi Selatan (Sulsel) pada tahun 2023. Dari laporan tersebut, diketahui ASN menjadi terbanyak kedua dalam melakukan tindak pidana korupsi hingga menjadi terdakwa, yakni sebanyak 42 orang. Pada tahun 2022 bahkan diketahui ASN menjadi terbanyak melakukan tindak korupsi yakni sebanyak 41 orang. Selain ASN, Aparat Desa kerap menjadi pelakunya. Masih menurut ACC, pada tahun 2023 terdapat 100 kasus korupsi dana desa!


Dalam RPJMD, Pemprov Sulawesi Selatan telah menekankan Birokrasi Anti Korupsi sebagai program prioritas pembangunan. Adapun total anggaran yang disediakan dalam penyelenggaraan program Birokrasi Anti Korupsi mencapai 13 M! Meski demikian, korupsi masih terus terjadi. Kerugian negara menurut laporan dari Kejaksaan Negeri seluruh Sulawesi Selatan mencapai Rp74,5 miliar. Kerugian ini tentu tak hanya soal materi, namun juga menyangkut integritas penyelenggaraan negara. Pasalnya, Pemprov Sulawesi Selatan dalam RPJMD 2018-2023 sudah menekankan pentingnya penyelengaraan pemerintahan bebas korupsi.


Birokrasi Anti Korupsi terbilang gagal di era sebelumnya. Selain kepala daerah yakni gubernurnya sendiri tersandung kasus korupsi, lemahnya integritas tersebut juga diikuti oleh ASN dan Pejabat Desa di Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan membutuhkan perbaikan menyeluruh di bidang anti korupsi. Mari kita tunggu terobosan dari pemimpin berikutnya!

Korupsi

Korupsi

Korupsi dan kebebasan berpendapat

ACC Sulawesi Ungkap 149 Kasus Korupsi di Sulsel Sepanjang 2023

Sulawesi Selatan menjadi daerah yang aktor pelaku korupsinya didominasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Data dari Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi mengungkap terjadi sebanyak 149 kasus korupsi di Sulawesi Selatan (Sulsel) pada tahun 2023. Dari laporan tersebut, diketahui ASN menjadi terbanyak kedua dalam melakukan tindak pidana korupsi hingga menjadi terdakwa, yakni sebanyak 42 orang. Pada tahun 2022 bahkan diketahui ASN menjadi terbanyak melakukan tindak korupsi yakni sebanyak 41 orang. Selain ASN, Aparat Desa kerap menjadi pelakunya. Masih menurut ACC, pada tahun 2023 terdapat 100 kasus korupsi dana desa!


Dalam RPJMD, Pemprov Sulawesi Selatan telah menekankan Birokrasi Anti Korupsi sebagai program prioritas pembangunan. Adapun total anggaran yang disediakan dalam penyelenggaraan program Birokrasi Anti Korupsi mencapai 13 M! Meski demikian, korupsi masih terus terjadi. Kerugian negara menurut laporan dari Kejaksaan Negeri seluruh Sulawesi Selatan mencapai Rp74,5 miliar. Kerugian ini tentu tak hanya soal materi, namun juga menyangkut integritas penyelenggaraan negara. Pasalnya, Pemprov Sulawesi Selatan dalam RPJMD 2018-2023 sudah menekankan pentingnya penyelengaraan pemerintahan bebas korupsi.


Birokrasi Anti Korupsi terbilang gagal di era sebelumnya. Selain kepala daerah yakni gubernurnya sendiri tersandung kasus korupsi, lemahnya integritas tersebut juga diikuti oleh ASN dan Pejabat Desa di Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan membutuhkan perbaikan menyeluruh di bidang anti korupsi. Mari kita tunggu terobosan dari pemimpin berikutnya!

Bencana dan Lingkungan

Iklim dan lingkungan

Bencana dan Kerusakan Lingkungan di Sulsel

Sulawesi Selatan digadang menjadi salah satu daerah penyumbang kenaikan perekonomian nasional. Pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan sebesar 4,51 persen didorong oleh sektor pertambangan. Menurut data dari BPS, sisi produksi dengan pertumbuhan terbesar perekonomian di Sulawesi Selatan dari lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian sebesar 13,63 persen. Hal ini bisa disimpulkan bahwa sektor tambang di Sulawesi Selatan adalah penopang ekonomi andalan.


Sayangnya, tambang di Sulawesi Selatan juga menjadi penyumbang terbesar krisis iklim. Menurut WAHANA Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan (Sulsel) hingga tahun 2023, perusahaan-perusahaan tambang yang menguasai lahan konsensi hingga 98 ribu hektar memperparah persoalan iklim di Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan dianggap menjadi salah satu daerah yang darurat krisis iklim sehingga bencana ekologis akan mengancam semakin parah ke depannya.


Pada Tahun 2024, apa yang dikhawatirkan Walhi Sulawesi Selatan terjadi. Banjir bandang dan tanah longsor semakin meluas. Sejumlah daerah di Sulawesi Selatan terdampak: Luwu, Luwu Utara, Enrekang, Wajo, Sidrap, dan Sinjai. Tahun 2024 banjir dan longsor juga berdampak ke lebih dari 11.500 kepala keluarga dengan 27 orang tewas. Kondisi terparah terjadi di Kabupaten Luwu yang menewaskan 13 warga tertimbun longsor dan terseret luapan air. 


Dampak dari eksploitasi alam berlebih dijelaskan oleh Kepala Pusat Studi Lingkungan Universitas Hasanuddin, Ilham Alimuddin. Ia menyatakan bahwa bencana alam di Sulawesi Selatan adalah akumulasi dari pembalakan hutan yang berlangsung cukup lama. Pembukaan hutan menjadi faktor tutupan lahan semakin sedikit sehingga menyebabkan kerusakan di daerah aliran sungai. Sehingga Cakada dan Pemerintah Sulawesi Selatan diharapkan tidak hanya memprioritaskan angka kenaikan ekonomi di sektor tambang, namun sudah harus mempertimbangkan dampak kerugian akibat eksploitasi alam melalui tambang.

Bencana dan Lingkungan

Bencana dan Lingkungan

Iklim dan lingkungan

Bencana dan Kerusakan Lingkungan di Sulsel

Sulawesi Selatan digadang menjadi salah satu daerah penyumbang kenaikan perekonomian nasional. Pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan sebesar 4,51 persen didorong oleh sektor pertambangan. Menurut data dari BPS, sisi produksi dengan pertumbuhan terbesar perekonomian di Sulawesi Selatan dari lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian sebesar 13,63 persen. Hal ini bisa disimpulkan bahwa sektor tambang di Sulawesi Selatan adalah penopang ekonomi andalan.


Sayangnya, tambang di Sulawesi Selatan juga menjadi penyumbang terbesar krisis iklim. Menurut WAHANA Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan (Sulsel) hingga tahun 2023, perusahaan-perusahaan tambang yang menguasai lahan konsensi hingga 98 ribu hektar memperparah persoalan iklim di Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan dianggap menjadi salah satu daerah yang darurat krisis iklim sehingga bencana ekologis akan mengancam semakin parah ke depannya.


Pada Tahun 2024, apa yang dikhawatirkan Walhi Sulawesi Selatan terjadi. Banjir bandang dan tanah longsor semakin meluas. Sejumlah daerah di Sulawesi Selatan terdampak: Luwu, Luwu Utara, Enrekang, Wajo, Sidrap, dan Sinjai. Tahun 2024 banjir dan longsor juga berdampak ke lebih dari 11.500 kepala keluarga dengan 27 orang tewas. Kondisi terparah terjadi di Kabupaten Luwu yang menewaskan 13 warga tertimbun longsor dan terseret luapan air. 


Dampak dari eksploitasi alam berlebih dijelaskan oleh Kepala Pusat Studi Lingkungan Universitas Hasanuddin, Ilham Alimuddin. Ia menyatakan bahwa bencana alam di Sulawesi Selatan adalah akumulasi dari pembalakan hutan yang berlangsung cukup lama. Pembukaan hutan menjadi faktor tutupan lahan semakin sedikit sehingga menyebabkan kerusakan di daerah aliran sungai. Sehingga Cakada dan Pemerintah Sulawesi Selatan diharapkan tidak hanya memprioritaskan angka kenaikan ekonomi di sektor tambang, namun sudah harus mempertimbangkan dampak kerugian akibat eksploitasi alam melalui tambang.

Kemiskinan dan Pendidikan

Ekonomi dan kesejahteraan

Kemiskinan dan Angka Putus Sekolah Tinggi di Sulsel

Di tahun ajaran 2020/2021, Sulawesi Selatan menempati ranking ke-5 dengan angka Anak Tidak Sekolah (ATS) tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data BPS, di Sulawesi Selatan terdapat 9,62 persen atau sekitar 163.940 anak usia 7-18 tahun yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak bersekolah lagi. Berdasarkan klasifikasi wilayah, persentase anak usia 7-18 tahun yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak bersekolah lagi di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. 


Anak Putus Sekolah umumnya diduga karena faktor ekonomi. Meskipun faktor ekonomi cenderung menjadi alasan anak putus sekolah, namun untuk alasan anak tidak ingin melanjutkan bersekolah yang berbeda. Menurut penelitian Sofyan et. al, faktor ekonomi untuk alasan anak dapat kembali bersekolah tidak dapat menjadi penentu utama. Program pemerintah yang membebaskan biaya pendidikan dasar yang diimplementasikan tidak mampu mendongkrak angka putus sekolah jadi semakin menurun. Perspektif individual dan perspektif persekolahan (akses dan layanan pendidikan) juga berperan penting.


Hal ini yang menjadi PR utama Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan rasio anak yang terdidentifikasi tidak sekolah hingga tahun 2024 sebanyak 13.449 masih sangat jauh untuk mengajak kembali bersekolah yakni sejumlah 1.311 atau baru sebesar 10 persen. Memberikan instrumen kepastian layanan dengan penyediaan pembiayaan bagi yang tidak mampu tentu tidak cukup. Diperlukan identifikasi dan investigasi lebih lanjut untuk mengatasi tingginya angka ATS dan kebijakan pendidikan yang tepat agar anak kembali ingin bersekolah terutama daerah yang paling rentan. 

Kemiskinan dan Pendidikan

Kemiskinan dan Pendidikan

Ekonomi dan kesejahteraan

Kemiskinan dan Angka Putus Sekolah Tinggi di Sulsel

Di tahun ajaran 2020/2021, Sulawesi Selatan menempati ranking ke-5 dengan angka Anak Tidak Sekolah (ATS) tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data BPS, di Sulawesi Selatan terdapat 9,62 persen atau sekitar 163.940 anak usia 7-18 tahun yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak bersekolah lagi. Berdasarkan klasifikasi wilayah, persentase anak usia 7-18 tahun yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak bersekolah lagi di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. 


Anak Putus Sekolah umumnya diduga karena faktor ekonomi. Meskipun faktor ekonomi cenderung menjadi alasan anak putus sekolah, namun untuk alasan anak tidak ingin melanjutkan bersekolah yang berbeda. Menurut penelitian Sofyan et. al, faktor ekonomi untuk alasan anak dapat kembali bersekolah tidak dapat menjadi penentu utama. Program pemerintah yang membebaskan biaya pendidikan dasar yang diimplementasikan tidak mampu mendongkrak angka putus sekolah jadi semakin menurun. Perspektif individual dan perspektif persekolahan (akses dan layanan pendidikan) juga berperan penting.


Hal ini yang menjadi PR utama Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan rasio anak yang terdidentifikasi tidak sekolah hingga tahun 2024 sebanyak 13.449 masih sangat jauh untuk mengajak kembali bersekolah yakni sejumlah 1.311 atau baru sebesar 10 persen. Memberikan instrumen kepastian layanan dengan penyediaan pembiayaan bagi yang tidak mampu tentu tidak cukup. Diperlukan identifikasi dan investigasi lebih lanjut untuk mengatasi tingginya angka ATS dan kebijakan pendidikan yang tepat agar anak kembali ingin bersekolah terutama daerah yang paling rentan. 

Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin 👉

Menurut saya,

Menurut saya,

Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin 👉

Isunya kurang lengkap? Share isu kamu, nanti kita tambahin 👉

Menemukan konten yang kurang sesuai?

Jika kamu menemukan konten kami yang dirasa kurang sesuai, baik dari segi sumber informasi atau data, masukkan feedbackmu melalui feedback form atau kontak kami melalui contact@bijakdemokrasi.id, agar kami dapat mereview ulang.

Buka bagian

Buka bagian

Buka bagian